- Kotoran manusia/tinja/feses
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَطِىءَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلِهِ اْلأَذَى، فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُوْرٌ
“Jika sandal salah seorang dari kamu menginjak kotoran, maka tanah adaalah pembersih baginya.” (HR Abu Dawud: 385 dengan sanad shahih)
- Air kencing manusia
Dari hadits Anas bahwasanya seorang Arab Badui buang air kecil di masjid, maka bangkitlah beberapa orang mendatanginya. Nabi bersabda,
دَعُوهُ لَا تُزْرِمُوهُ
“Biarkan dia! Jangan putuskan buang hajatnya.”
Setelah ia selesai, Nabi meminta seember air lalu menyiramkan di atas bekasnya.” (Muttafaqun ‘alaihi: Bukhori (6025) dan Muslim (284))
- Madzi
Cairan halus lagi kental yang keluar ketika syahwat sedang naik, ketika bercumbu dengan istri, ketika mengingat jima’ (persetubuhan) atau menginginkannya. Keluarnya tidak memancar, tidak merasa lemas setelah mengeluarkannya, dan kadangkala tidak merasakan keluarnya. Cairan ini terdapat pada pria dan wanita, dan pada wanita lebih banyak.
يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
“Ia mencuci kemaluannya dan berwudlu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
- Wadi
Cairan berwarna putih dan kental yang keluar setelah buang air kecil.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata,”Mani, wadi dan madzi. Adapun mani, maka itulah yang menyebabkan wajibnya mandi.” Sedangkan wadi dan madzi, ia mengatakan,”Cicilah kemaluanmu, lalu berwudhulah seperti wudhu untuk shalat.” (Sunan Baihaqi dan dishahihkan Al-Albani dalam shahih Sunan Abu Dawud (190))
- Darah Haid
Hadits Asma’ binti Abu Bakar, ia berkata,”Seorang wanita datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berkata,’Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami bajunya terkena darah haid. Apa yang harus dilakukannya? Beliau menjawab:
تحته ثم تقرصه بالماء وتنضحه وتصلي فيه
“Hendaknya ia mengerik bagian yang terkena darah, menguceknya dengan air (menggunakan kuku untuk menghilangkan najis yang melekat pada pakaian) kemudian membilasnya lalu shalat dengan pakaian tersebut.’ (HR. Bukhari dan Muslim 291).
- Kotoran hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata,”Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak buang air besar, lalu beliau bersabda:‘Bawakan kepadaku tiga buah batu.’ Aku menemukan dua buah batu dan kotoran hewan (keledai). Maka beliau mengambil dua buah batu itu dan membuang kotoran hewan, seraya bersabda,’Itu adalah rijis (najis)’.” (HR Bukhori, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah, kata keledai adalah dari riwayatnya)
- Air liur anjing
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَاب
“Sucinya bejana kamu yang dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali dan yang pertama dengan tanah.” (HR Muslim)
- Daging Babi
Ini adalah najis, menurut kesepakatan ulama, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor.“ (Al-An’am: 142)
- Bangkai
Yaitu binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i. Bangkai adalah najis, menurut ijma’. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda
إِذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit sudah disamak, maka ia menjadi suci.” (HR Muslim)
Dan dikecualikan darinya:
a. Bangkai ikan dan belalang. Keduanya adalah suci
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فَأَمَّا المَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ والْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحالُ وَالْكَبِدُ
“Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah, adapun dua macam bangkai adalah: (bangkai) belalang dan ikan, dan dua macam darah adalah limpa dan hati.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
b. Bangkai binatang yang tidak mengucurkan darah, seperti: lalat, lebah, semut, kutu dan sejenisnya.
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
“Apabila seekor lalat hinggap di minuman salah seorang kalian, maka hendaknya ia menenggelamkannya kemudian membuangnya, Karena, pada salah satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit dan pada (sayap) yang lainnya (terdapat) obatnya (penawar)” [HR Al Bukhori no. 3320]
c. Tulang bangkai, tanduk, kuku, rambut dan bulunya, semuanya pada dasarnya adalah suci. Imam Bukhori meriwayatkan secara mu’allaq dalam shahihnya (I/342): Az-Zuhri berkata – tentang tulang bangkai seperti gajah dan selainnya –,”Aku mendapati beberapa orang dari ulama salaf menggunakannya sebagai sisir dan menggunakannya sebagai tempat wadah minyak. Mereka menganggap itu tidak mengapa.”
- Potongan tubuh dari hewan yang masih hidup
Bagian tubuh hewan yang diputus, sementara hewan itu masih hidup, hukumnya adalah hukum bangkai.
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Bagian tubuh yang dipotong dari hewan yang masih hidup adlah bangkai.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
- Su’r (sisa) makanan dan minuman dari binatang buas atau hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang air yang terdapat di tanah lapang yang sering didatangi binatang buas atau hewan (yang tidak boleh dimakan dagingnya). Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إذاَ كَانَ المـاَءُ قُـلَّـتَـيْـنِ لَـمْ يـَحْمِل الخَـبَـثَ
“Jikia air itu kadarnya mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis.” (HR Abu Dawu, An-Nasa’i, dan Tirmidzi)
Adapun kucing dan sejenisnya, maka sisa minumnya adalah suci. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنَّها لَيْسَتْ بِنَجَسٍ، إنَّمَا هِيَ مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya kucing tidaklah najis, karena kucing adalah hewan yang hidup di sekitarmu.” (HR Ahmad dan penulis kitab sunan)
- Daging hewan-hewan yang tidak boleh dimakan
إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ اَلْحُمُرِاَلْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian memakan daging keledai kampung, karena ia adalah najis.” (Muttafaq ‘alaihi)
Dari hadits Salamah bin Al-Akwa’, ia berkata,”Pada hari ditaklukannnya khaibar, dinyalakanlah api yang sangat banyak. Maka Rasulullaah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya,’Api apa ini; untuk apa mereka menyalakannya?’ Mereka menjawab,’orang-orang sedang memasak daging.’ Nabi bertanya,’Memasak daging apa?’ Mereka menjawab,’Memasak daging keledai peliharaan.’ Maka beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Tumpahkanlah dan pecahkanlah (bejananya)!’ Seorang laki-laki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ataukah kami menumpahkannya dan mencuci (bejana)nya?’ Beliau menjawab,’Atau seperti itu (menumpahkannya dan mencuci bejananya)’.” (HR Muslim)
(Dirangkum dari Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Kitab Thaharah)
Posting Komentar