0
Ulama Su'Persekongkolan Antara Ulama Jahat dan Penguasa Bejat


Membaca shiroh kehidupan para salaf, kita dakan dapati kisah mereka bertabur semangat amar ma’ruf dan nahi munkar. Mereka sadar bila hidup mereka bagai satu kaum yang berada dalam satu bahtera. Semua harus kompak menjaga kapal tersebut agar tidak rusak. Jika ada satu orang yang melubangi bagian bawah kapal karena ingin mengambil air dengan cara praktis dibiarkan, maka yang tenggelam bukan hanya si pelubang saja. Melainkan seluruh penumpang juga akan tenggelam bersama.


Kisah ‘Umar bin Khoththob di saat menjelang sakaratul maut yang menegur seorang pemuda berpakaian isbal adalah potret semangat amar ma’ruf nahi munkar. Selain itu, ada juga Imam Abu Hanifah yang ditegur oleh seorang anak kecil agar tidak tergelincir adalah salah satu potret lain semangat amar ma’ruf nahi munkar. Ini juga adalah merupakan potret betapa amar ma’ruf nahi munkar sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka.

Anas bin Malik adalah salah seorang sahabat Nabi yang selalu mendampingi Nabi shollallaahu ‘alayhi wa sallam. Ia merasa khawatir jika pola hidup dan tradisi ini suatu saat akan lenyap. Maka beliau bertanya kepada Rosulullah shollallaahu ‘alayhi wa sallam tentang datangnya masa dimana kaum muslimin akan meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, “Ditanyakanlah kepada Rosulullah shollallaahu ‘alayhi wa sallam, “Ya Rosulullah, kapan kami akan meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar?”. Beliau menjawab, “Jika muncul di tengah kalian suatu perkara yang pernah muncul pada zaman Bani Israil, yaitu perbuatan keji dilakukan oleh para pembesar, pemerintahan dipegang oleh anak-anak kecil dan ilmu berada di tangan orang-orang yang bermental rendah”. (HR. Ibnu Majah, Al Fitan, Hadits No. 4015/Sunan Ibnu Majah: 2/1331)

Riwayat di atas menjelaskan ada tiga ciri zaman dimana kaum muslimin akan kesulitan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan hampir putus asa untuk melaksanakan ibadah tersebut. Ciri zaman itu mirip seperti yang pernah berlaku pada masyarakat Bani Israel.


Pertama, para penguasa yang sangat rusak moralnya


Para penguasa atau pembesar yang sangat rusak moralnya lantaran hobi mereka berbuat zina dan semua produk turunannya. Ketika para pelaku maksiat dan fakhisyah ini adalah para penguasa (politik maupun ekonomi), maka umat Islam akan sangat berat untuk melakukan nahi munkar. Sebab, para penguasa ini lazim memiliki backing yang kuat untuk melindungi kemaksiatan yang mereka lakukan.

Para pembesar dan penguasa ini bisa membayar para preman dan polisi untuk mengamankan perbuatan keji mereka. Dan inilah fakta yang terjadi, dimana kaum muslimin yang inign menegakkan amar ma’ruf nahi munkar akan berhadapan dengan kekuatan para preman bayaran ini. Banyaknya korban umat Islam dan semakin kuatnya backing penguasa ini membuat kaum muslimin putus asa. Selain itu juga merasa tidak banyak manfaat amar ma’ruf nahi munkar yang mereka lakukan.


Kedua, ketika kekuasaan dipegang oleh mereka yang masih belia


Makna shighor (kecil/belia) bisa berarti beliau secara usia biologis namun juga bisa bermakna psikologis dan ideologis. Watak dominan anak muda adalah ceroboh, tergesa-gesa serta mudah memperturutkan hawa nafsunya. Jika demikian, maka tatanan masyarakat akan menjadi sangat rapuh dan permisif. Sebab, standar hidup mereka akan kepuasan syahwat. Namun, jika yang dimaksud dengan shighoruhum itu adalah orang-orang yang bermental rendah, fasik dan fajir, maka bencana yang akan terjadi lebih besar. Berdasarkan berbagai riwayat yang ada, makna shighor yang berarti orang-orang rendahan dan fasik adalah yang lebih kuat.

Inilah yang sedang kita saksikan. Ketika para penguasa adalah mereka yang bermental rendah, fasik dan fajir, pendosa dan sangat hobi dengan maksiat. Lagi-lagi amar ma’ruf nahi munkar akan menjadi tumpul. Sebab sekali lagi para penguasa bermental rendah itu akan sewenang-wenang dengan kekuasaannya. Nyari sebagian besar program mereka saat berkuasa adalah melestarikan kemaksiatan dan kemunkaran.


Ketiga, orang-orang fasik yang mempermainkan ilmu agama


Jika ilmu dipegang oleh orang-orang fasik, bisa dibayangkan mereka akan mempermainkan takwilan tentang Al Quran dan As Sunnah yang menyesatkannya. Mereka juga menggunakan kedua sumber ini untuk memperturutkan kehendak hawa nafsunya. Kelompok JIL (liberal) dan para pendukungnya dengan segenap kekuatan fiannsial serta sayap medaianya akan menyebarkan syubhat. Tidak hanya itu, termasuk juga kerancuan berpikir ke tengah umat. Hal yang membuat siapa pun akan berpikir panjang untuk mendebat dan melawan pemikiran rusak mereka. Sebab, mereka sangat lihai bersilat lidah.

Ketika ulama yang tsiqoh bisa mematahkan argumen mereka (liberal), maka segenap jejaring sosial dan media sekuler akan segara membungkam berita tersebut. Tidak lain agar tidak tersebar ke tengah umat. Jika mereka sedikit berada di atas angin, maka media-media sekuler itu akan ramai mem- blow up hingga seakan pelaku amar ma’ruf nahi munkar itu akan terpojok. Kemudian dihujat bersama sebagai kelompok anarkis, anti demokrasi atau bahakn dianggap kekanak-kanakan.

Inilah zaman dimana ketiga ciri itu sangat nyata kita saksikan. Ciri yang dominan adalah kolaborasi kejahatan ulamanya dan kebejatan penguasanya. Dua musuh utama yang membuat amar ma’ruf nahi munkar nyaris tidak berfungsi. Sebab, keduanya akan bermain besi. Satu hal yang perlu diingat, isyarat hadits di atas bukan legitimasi meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar secara total. Namun lebih kepada penggambaran betapa beratnya ibadah amar’ ma’ruf nahi munkar di akhir zaman.

Posting Komentar

 
Top