Keluargadakwah.com - Lebih Dekatlah Pada Ibumu
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Begitu pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua, sampai-sampai Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 23 di atas menyandingkannya dengan perkara tauhid. Hal ini dikarenakan keberadaan orang tua merupakan penyebab utama eksistensi kita, setelah kehendak Allah SWT tentunya.
Melalui ayat di atas, Allah SWT juga melarang kita untuk berkata kasar kepada kedua orang tua, yang nantinya akan menyinggung perasaan mereka. Terlebih lagi mencela serta memukul mereka. Kita dituntut untuk senantiasa berlemah lembut baik dalam tutur kata maupun perilaku dan tak lupa memberikan penghormatan setinggi-tingginya.
Dan termasuk perbuatan ihsan yang terbaik adalah senantiasa mendoakan kemudahan dan keselamatan untuk mereka. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al Isra ayat 24 :
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”
Lebih lanjut Rasulullah SAW menjelaskan bahwa dalam berbakti kepada orang tua ibu haruslah lebih diprioritaskan ketimbang ayah. Suatu hari ada seorang pria yang bertanya kepada beliau mengenai siapa orang pertama yang berhak dipergauli dengan baik. Rasulullah SAW pun menjawab “ibumu”, lalu pria tersebut bertanya “lalu siapa?”, Rasulullah SAW pun menjawab “ibumu” hingga pertanyaannya yang ketiga, barulah di pertanyaan keempat beliau menjawab “ayahmu”.
Syaikh Manshur Ali Nashif dalam kitabnya at tajj al jami’ lil ushul menjelaskan bahwa disebutnya kata ibu sebanyak tiga kali oleh Rasulullah SAW sebelum ayah dikarenakan kesusahan yang dialami seorang ibu ketika mengandung kita, kesabarannya dalam menyusui kita selama kurang lebih tiga puluh bulan, kerelaannya untuk bergadang ketika mengasuh kita, serta ketabahan hatinya selama merawat kita.
Semua hal tersebut tentu tidak dialami dan dirasakan oleh sang ayah, maka dari itu lah Rasulullah SAW menghimbau kita untuk lebih memprioritaskan ibu.
Suatu ketika Asma’ binti Abu Bakr mendapati seorang wanita yang mengetuk pintu rumahnya. Yang ternyata wanita tersebut adalah ibunya yang masih musyrik. Maka timbullah kebimbangan di haii Asma’, dia tak tega melihat ibunya yang benar-benar merindukannya namun di sisi lain dia tahu bahwa dalam Islam terdapat batasan-batasan yang lebih ketat perihal pergaulan dengan orang-orang musyrik.
Maka Asma’ pun bertanya kepada Rasulullah SAW, beliau pun menjawab, “Ya, pergaulilah ibumu!”
Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua tidak memandang apa agama yang dianut orang tua kita. Namun Allah SWT memberikan batasan bahwa selama mereka tidak memerintahkan kita untuk menyekutukan Allah SWT kita wajib mentaati perintah kedua orang tua kita. Sebagaimana dalam surat Luqman ayat 15 :
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Berbuat baik kepada kedua orang tua atau birrul walidain pada akhirnya dapat disimpulkan sebagai ladang pahala yang sangat subur bagi seorang anak, yang tentunya akan memuluskan langkahnya menuju surga ketika dia bersabar dan istiqomah dalam menjalaninya.
Sampai-sampai Rasulullah SAW sangat menyanyangkan apabila ada seorang anak yang melewatkan kesempatan tersebut. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim beliau menyebut seseorang yang telah beranjak dewasa dan kedua orang tuanya belum meninggal namun dia tidak masuk surga dengan ungkapan raghima anfuhu atau “terhinalah dia” dan “merugilah dia”.
Maraji’:
- at tajj al jami’ lil ushul
Posting Komentar