Manusia seringkali menganggap bahwa kemuliaan itu terletak pada harta, maka dia akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengumpulkan harta. Manusia juga seringkali menganggap bahwa kemuliaan itu terletak pada jabatan, maka dia akan menghabiskan waktu hidupnya untuk mengejar jabatan setingi-tingginya. Dan manusia juga seringkali menganggap bahwa kemuliaan itu terletak pada nasab, maka dia pun akan berusaha memepertahankan kemurnian keturunannya.
Namun pada akhirnya, ketika menjelang kematiannya mereka menyadari bahwa banyaknya harta, tingginya jabatan, serta terhormatnya sebuah nasab tidak lantas mampu menghindarkannya dari kematian dan juga tidak lantas mempermudah urusannya pada fase kehidupan setelah kematian. Karena pada akhirnya, nasab, harta, serta jabatan tak bisa dibawa mati.
Lalu jika kemuliaan tidak terletak pada nasab, harta, dan jabatan. Dimanakah letak kemuliaan yang hakiki itu ?
Allah Subhanallaahu wa ta'ala berfirman dalam surat Al Hujurat ayat yang ke 13:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.”
Jadi hanya ketakwaanlah yang mampu membawa seseorang pada kemuliaan yang hakiki, baik di kehidupan dunianya yang fana ataupun di kehidupan kekalnya di akhirat kelak.
Allah Subhanallaahu wa ta'ala juga berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah SWT akan memperbaiki perbuatan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul Nya maka sungguh dia akan memperoleh kemenangan yang nyata.” (Al Ahzab : 70-71)
Ciri-ciri manusia bertakwa
Kita semua tahu, bahwa seseorang akan dipanggil pak haji setelah menunaikan ibadah haji, seseorang juga digelari al-hafidh setelah menghafal sekian juz dari Al Qur’an.
Tentang takwa pun seperti itu, terdapat langkah ataupun tahapan tertentu yang harus dilalui seseorang agar disebut bertakwa.
Allah Subhanallaahu wa ta'ala berfirman:
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”(QS 2:2)
Jadi, seseorang bisa dikatakan bertakwa ketika dia telah bisa memperlakukan Al Qur’an sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupannya, dan dia tidak menyimpan secuil pun keraguan di dalam hatinya mengenai kebenaran Al Qur’an.
Seseorang bisa dikatakan bertakwa ketika segala aspek dalam hidupnya, mulai sejak terbangun dari tempat tidurnya hingga tertidur kembali diatur berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah SWT di dalam Al Quran, bukan aturan-aturan buatan manusia.
Dan disamping itu dia pun harus meyakini sepenuh hati akan kebenaran aturan-aturan tersebut. Ketika melihat minuman keras misalnya, ada seseorang yang mengakui keharamannya, mengetahui ayatnya, namun masih tetap meminumnya. Orang ini belum bisa dikatakan bertakwa, karena baru sebatas mengakui kebenaran ayat “sesungguhnya khamr, dan perjudian, serta mengundi nasib adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syetan”, namun dirinya belum mampu mejadikan ayat tersebut pedoman hidupnya.
Namun ada juga orang yang tidak suka meminum minuman keras namun dia mengatakan, “bagi saya minuman keras tidak haram meskipun saya tidak meminumnya”, orang ini juga tidak bisa dikatakan bertaqwa, karena sebatas dhohir atau tampaknya saja dia menjalankan aturan Allah namun sebenarnya dia tidak mengakui kebenaran ayat-ayat Nya.
Maka seseorang bisa disebut bertakwa ketika dia meyakini kebenaran Al Qur’an sepenuh hati, serta senantiasa berusaha menjadikannya sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya. Dan ketika sesorang telah bertaqwa kepada Allah SWT maka Allah SWT pun akan memuliakannya.
Dan siapakah yang mampu melampaui kemuliaan seorang manusia yang dimuliakan Allah ?!
Posting Komentar