Setiap individu pasti mempunyai harapan, setiap harapan pasti melekat di benak manusia. Manusia tak bisa terpisah dari harapan, tidak ada di muka bumi ini manusia tanpa harapan. Selantang apapun dirinya berteriak, sekeras apapun dirinya bersorak mendeklarasikan bahwa dia adalah manusia tanpa harapan, tetap saja hati kecilnya tertancap oleh panah-panah harapan. Namun meskipun manusia “hobi’ berharap, tidak lantas semua harapan terkonversi dalam hamparan kenyataan. Seringkali kenyataan dan harapan seperti pertemuan dua medan magnet yang sejenis, berjalan pada arah berlawanan dan saling menjauh.
Sebagai agama yang sempurna, Islam memberikan arahan yang benar dalam menyikapi situasi tersebut. Pertama hendaknya manusia menyandarkan harapannya kepada Rabbul Izzati dalam bentuk doa. Allah SWT sendiri telah mengkonfirmasi, jika menginginkan sesuatu berdoalah kepadaNya, niscaya akan dikabulkan.
Lalu bagaimana dengan doa yang tidak kunjung terkabul, apakah itu berarti Allah SWT mengingkari sendiri sesuatu yang dijanjikannya. Bukan seperti itu, sekali lagi tidak seperti itu. Ingatlah, Allah Mahatahu sedangkan pengetahuan manusia sangat terbatas. Sehingga seringkali kita cepat putus asa dan mengambil kesimpulan dini bahwa doa kita tidak dikabulkan. Sikap berputus asa bukanlah sesuatu yang terpuji, dan seringkali keputusasaan terjadi dikala keberhasilan telah dekat. Justru sikap kurang sabar lah yang menghalanginya dari kesuksesan.
Kedua, manusia tidak pantas melulu menyalahkan Rabbnya. Introspeksi diri juga memegang peranan penting. Apakah kita sudah memenuhi syarat-syarat agar doa kita terkabul dan harapan kita terwujud. Atau mungkin kita adalah laki-laki yang pakaiannya haram, minumannya haram, dan kenyang akan hal-hal haram lalu dengan sifat tak tahu diri menengadahkan tangannya dan berkata “ya robbi ya robbi”. Perilaku seperti ini dikomentari Nabi SAW, “bagaimana doanya akan diijabahi?”
Ketiga, boleh jadi harapan kita sebenarnya tidak baik untuk diri kita. Karena pengatahuan manusia hanya sebatas pada keinginannya, sedangkan Allah SWT lebih tahu akan kebutuhannya. Penundaan ijabah juga bisa menyadarkan kita bahwasanya Allah SWT berkehendak atas segala sesuatu, termasuk apa yang akan terjadi pada diri kita.
Keempat, boleh jadi harapan kita terlalu jauh dan cenderung bersifat khayal. Tidak mungkin kita malam hari berdoa ingin pandai lalu keesokan harinya kita mendadak menjadi manusia jenius. Tidak mungkin malam hari kita berdoa ingin kaya, keesokan harinya kita terbangun di tengah tumpukan emas. Tidak mungkin kita berharap masyarakat adil makmur, keesokan harinya tegak daulah islamiyah.
Islam senantiasa menjaga keseimbangan. Menjaga manusia untuk selalu berharap, mengajarkan cara berharap yang tepat, mencegah manusia berputus asa namun tak lupa mengajak untuk tetap realistis dan bijak dalam menyikapi kenyataan.
Posting Komentar