0

Kekuatan Hati dan Pilihan
Keluarga Dakwah - Pilihan bagi seorang manusia adalah keniscayaan. Tidak ada manusia yang bisa menjalani hidup tanpa pilihan, bahkan kepasrahan dan puncak keputusasaan yang membawa diri seseorang terdiam di tempat tanpa sikap itu pun sebuah pilihan. Ya, kata pilihan mengandung makna absolut; tidak memilih itu pun sebuah pilihan.

Arah pilihan manusia bisa sangat-sangat beragam, namun bisa digeneralisir setidaknya menjadi dua arah. Yaitu baik buruk, benar salah, atau dalam bahasa Al Quran dikenal sebagai al Haq dan al Bathil.

Ke arah mana seseorang melangkah ditentukan oleh kondisi hatinya sebagai penggerak dan pemberi inisiatif. Menurut Ibnul Qoyyim Al Jauziah hati mempunyai dua kekuatan dasar yang akan mempengaruhi sikap dan keputusan seseorang dalam menentukan pilihannya.

Yang pertama adalah quwwatul ilmi (kekuatan untuk mengetahui), untuk mengetahui dan memahami kebenaran serta kemampuan membedakannya dengan kebatilan. Allah SWT menganugerahkan kekuatan ini pada setiap individu dalam taraf yang sama.

Anda tentu pernah mendengar kisah tentang senandung suku pedalaman yang belum berperadaban, “matahari terbit dan terbenam, langit membiru lalu gelap, awan pun terkadang menghitam lalu meneteslah hujan, menghijaulah ladang, pasti ada “sesuatu” yang mengatur semua ini”.

Atau kisah seorang yang tinggal di lingkungan modern yang segalanya diukur secara material, merasakan kejenuhan spiritual lalu melakukan perjalanan mencari “sesuatu yang luar biasa” yang bisa memberinya kebahagiaan luar dalam. Begitulah quwwatul ilmi bekerja, dia akan menuntun siapapun, kapanpun, dan di manapun kepada hakikat serta kebenaran.

Yang kedua adalah quwwatul iradah wal mahabbah (kekuatan untuk menghendaki dan mencintai), yaitu kekuatan yang menuntun seseorang untuk mengikuti dan mencintai kebenaran yang telah diketahuinya.

Karena tidak semua orang yang telah mengetahui jalan kebenaran lantas akan berjalan lurus di atasnya. Betapa sering kita mendengar tentang anak seorang ustadz yang menjadi penjahat, dan sebaliknya anak seorang penyamun justru menjadi mubaligh.

Seperti yang disebutkan baginda Rasul SAW dalam sebuah hadits, ada seorang yang beramal sholih semasa hidupnya sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya sehasta,  namun dia berbuat keburukan menjelang akhir hidupnya maka masuklah dia ke neraka. Sebaliknya ada seseorang yang berbuat keburukan hingga jarak antara dirinya dengan neraka tinggal sehasta, namun menjelang akhir hayatnya dipenuhinya dengan amal sholih maka masuklah dia ke surga.

Itulah dua kekuatan hati yang akan mempengaruhi arah pilihan seseorang dalam hidupnya. Jika dua kekuatan tadi diarahkan pada kebenaran maka seseorang akan menjadi pribadi yang selalu ke arah kebenaran dalam setiap pilihannya.

Sebaliknya jika diarahkan pada keburukan maka akan terbentuk pribadi yang buruk paradigmanya dalam setiap keadaan. Sebagaimana diterangkan dalam surat Al Fatihah, orang yang tidak mengetahui kebenaran disebut ad dhol (tersesat), sedangkan orang yang mengetahui kebenaran namun tidak mau mengikutinya disebut maghdzub alaihim (dimurkai).

Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari kedua sikap tersebut dan senantiasa menjaga kita tetap menapaki shirotul mustaqim.

Wallahu a’lam bisshowab

Posting Komentar

 
Top