“Bagaimana pendapat kalian mengenai orang yang baru lewat tadi?”, tanya Rasulullah SAW kepada para shahabat.
“Orang itu merupakan orang terhormat, apabila meminang pasti diterima, apabila dimintai pertolongan pasti mampu menolong, dan ketika berbicara pasti orang-orang mendengarkannya.” Jawab para sahabat dan Rasulullah SAW pun diam mendengar jawaban mereka.
Lalu lewatlah seseorang dari golongan miskin yang bernama Ja’il bin Suraqah.
“Bagaimana pendapat kalian mengenai orang yang lewat tadi?” tanya Rasulullah SAW.
“Dia apabila meminang pasti tidak diterima, apabila dimintai pertolongan pasti tidak mampu menolong, dan ketika berbicara tidak ada yang mendengarkannya.”
Rasulullah SAW pun menanggapi jawaban para shahabat, “Ketahuilah bahwa orang yang kedua tadi lebih baik dari seisi bumi ini.”
Kisah di atas merupakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui sahabat Sahl bin Sa’ad RA. Dalam hadits tersebut Rasulullah SAW ingin mengedukasi para sahabat agar tidak menilai seseorang berdasarkan kedudukan ataupun kekayaannya.
Hadits tersebut juga berkaitan mengenai kriteria calon suami yang baik menurut Rasulullah SAW, di mana kekayaan serta kedudukan tidak menjadi pertimbangan utama, namun aspek agama lah yang harus diperhatikan.
Rasulullah SAW bersabda,
إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ
“Apabila telah datang kepadamu seorang laki-laki yang engkau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu), dan jika kamu tidak mengerjakannya niscaya akan terjadi musibah dan kerusakan di muka bumi” (HR Tirmidzi)
Ketika mendengar hadits tersebut para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun dia memiliki sesuatu (kemiskinan atau cacat) ?”
Maka Rasulullah SAW menjawab dengan mengulang kalimat hadits tersebut sebanyak tiga kali.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ketaatan seseorang terhadap agama serta kemuliaan akhlak haruslah menjadi pertimbangan utama seorang wanita ketika akan menentukan pinangan.
Namun pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan beragama?
Karena terkadang kita jumpai seseorang yang ilmu agamanya tinggi namun rumah tangganya tak beraturan. Di lain pihak, kita sering menjumpai orang yang tak terlalu paham agama justru bisa mengatur rumah tangganya dengan baik.
Tolok ukur beragama memang bukan pada tingkat pengetahuan agama seseorang, jika seperti itu maka para orientalis mungkin bisa menjadi orang paling bertaqwa di muka bumi. Namun komitmen-komitmen terhadap hukum syar’I yang dia pahami itulah ukurannya.
Karena kita tidak pernah tahu seberapa ikhlasnya seseorang dalam beribadah, maka kita hanya bisa menilai dua aspek yang tampak. Yaitu sejauh mana komitmen seseorang terhadap ibadah-ibadah yang bersifat ritual seperti shalat, zakat, serta puasa dan sejauh mana komitmennya terhadap rambu-rambu dalam muamalah sesama manusia semisal kejujuran, amanah, serta komitmennya terhadap sebuah janji.
Yah memang tak ada manusia yang sempurna setelah Rasulullah SAW, namun bukan berarti tak ada pria yang istiqomah memperbaiki dirinya setiap waktu. Jadi kalian para wanita hanya perlu menerima pinangan pria yang menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan sebagai tempat istirahat dari beribadah kepada Allah SWT.
Dan terakhir ingatlah selalu bahwa yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah yang paling bertaqwa.
Maraji’:
- At Taaj Al Jami’ Lil Ushul
- Kado Pernikahan
Posting Komentar