Jalingan Keluarga Dakwah - Tidak diragukan lagi di era milenial ini, media sosial telah membuat dunia dalam genggaman. Arus informasi menjadi berjalan terlalu cepat melebihi kecepatan berpikir masing-masing kita. Sehingga terkadang otak kita tak punya waktu untuk memikirkan mana informasi yang bermanfaat mana yang tidak. Hingga pada akhirnya manusia yang terlalu malas berpikir memilih untuk mengabaikan segalanya atau memakan mentah-mentah segalanya.
Dan salah satu ciri khas dunia medsos adalah perdebatan. Di mana tiada hari yang bisa kita lalui tanpa menyaksikan sebuah perdebatan yang sengit dalam hal apapun dan rasanya tak akan berakhir kecuali karena salah satu pihak kehabisan kuota. Akhirnya muncullah sebuah perumpamaan bahwa berdebat di somed itu seperti meguras air laut, kelar kagak capek iya.
Khusus untuk dunia persosmedan Indonesia ini tentu sesuatu yang menyedihkan. Karena sudah pasti sebagian besar pengguna yang terlibat dalam perdebatan tadi adalah muslim. Mengapa menyedihkan, karena tidak seharusnya seorang muslim menjalani perdebatan semacam itu.
Islam sejatinya tidak melarang sebuah silang pendapat ataupun perdebatan yang sengit sekalipun, namun Islam memberikan sebuah rambu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim; ihsan.
Allah SWT berfirman:
“Dan bantahlah mereka dengan cara yang ihsan (baik)” (An Nahl :125)
Rasulullah SAW memberikan contoh yang baik mengenai pengendalian diri ketika menghadapi pendapat yang berlawanan dengan prinsip beliau. Yaitu ketika kaum muslimin generasi awal menerima berbagai siksaan berat dari kafir Quraisy. Maka Utbah bin Rabi’ah mendatangi beliau dan membujuk untuk meninggalkan dakwahnya. Disertai dengan tawaran harta, istri, serta kedudukan apabila beliau meninggalkan dakwahnya.
Tanpa diduga Rasulullah SAW justru mengatakan, “Aku akan mendengar semua yang kau katakan.” Dan ketika Utbah selesai, Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau telah selesai berbicar?”
Rasulullah SAW justru memilih membiarkan Utbah menyelesaikan kalimatnya meskipun beliau tahu bahwa yang disampaikan sudah pasti kebathilan. Dan beliau juga tahu apa yang disampaikan Utbah sejatinya adalah sebuah cercaan dan hinaan yang benar-benar melukai harga diri beliau. Namun beliau tidak lantas naik pitam, emosi, lalu memaki-maki mengingat perlakuan buruk para petinggi Quraisy seperti Utbah yang tak pernah alpa menyiksa kaum muslimin.
Entah sejak kapan cara berdialog ala Rasulullah SAW ini telah kita lupakan. Kita menjadi terlalu sering kehilangan kendali ketika menghadapi perbedaan pendapat. Kita menjadi terlalu tergesa mengatakan “pendapatmu salah”, “pendapatmu tidak rasional” ketimbang “saya tidak sependapat dengan anda, bolehkah saya menyampaikan pendapat saya, barangkali anda setuju”. Kita terkadang lebih tergoda untuk mengatakan “yang benar seperti ini”, “seharusnya seperti ini” ketimbang berucap “saya punya pendapat berbeda, maukah anda mendengarnya”, “ini pendapat saya, bagaimana tanggapan anda, saya siap mendengarkan”.
Wallahu a’lamu bisshowab
Posting Komentar