Keluarga Dakwah - Banyak orang tua yang pasrah dengan keadaan anaknya. Tidak sedikit dari mereka ber argumen: "Anak nabi saja Durhaka, Anak ustadz saja banyak yang rusak dan lain sebagainya.
Sebagai orang tua kita harus memahami hidayah itu ada dua macam:
Pertama, hidayah irsyad, yaitu hidayah berupa ajakan, bimbingan atau tuntunan. Ke dua, hidayah taufik.
Hidayah berupa irsyad merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan ajakan, bimbingan, penjelasan, atau nasihat tentang sebuah kebenaran. Hidayah jenis pertama ini dimiliki oleh para Nabi secara khusus dan seluruh orang yang mengajak kembali kepada Allah Ta’ala secara umum. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya Engkau (Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy–Syura [42]: 52).
Kedua hidayah taufik, yaitu merupakan kemampuan memberikan taufik kepada orang lain, yaitu agar seseorang mau menerima dan melaksanakan sebuah kebenaran. Hidayah jenis ke dua ini hanyalah khusus milik Allah Ta’ala semata.
Nabi Pun Tidak Mampu Memberikan Hidayah Taufik.
Belajar dari kisah Nabi Nuh. Nabi Nuh ‘alaihissalam yang memelas kepada anaknya dengan berkata padanya,
يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ
“Wahai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Huud [11]: 42).
Namun apa yang terjadi? Allah Ta’ala tidak menghendaki hidayah taufik atas anak Nabi Nuh ‘alaihissalam. Sang anak pun menjawab,
قَالَ سَآَوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ
“Dia menjawab (dengan suara keras, pen.), ’Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah.’” (QS. Huud [11]: 43).
Sang ayah pun mengatakan,
قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Nuh menjawab (dengan suara keras, pen.), ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun menjadi penghalang antara keduanya. Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Huud [11]: 43).
Ketika Nabi Nuh ‘alaihissalam sedang dikuasai oleh rasa sayang kepada sang anak, kemudian beliau pun menyeru kepada Rabb–Nya,
رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
“Wahai Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji–Mu itulah yang benar. Dan Engkau adalah seadil-adil Hakim.” (QS. Huud [11]: 45).
Allah Ta’ala pun menyanggah keras ucapan Nabi Nuh ‘alaihissalam,
يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya (perbuatan)nya bukanlah perbuatan yang baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada–Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Huud [11]: 46).
Kemudian Nuh ‘alaihissalam pun memohon ampun kepada Allah Ta’ala,
رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada–Mu dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikat)nya. Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Huud [11]: 47).
Dan masih banyak kisah-kisah Nabi, orang shaleh lainnya yang di uji dengan anak, istri ayah dan lain-lain.
Sebagai seorang ayah dan seorang ibunda, kita tidaklah memiliki hak untuk memberikan hidayah taufik sedikit pun kepada anak-anak kita. Yang dapat kita lakukan hanyalah sekedar berusaha mengambil sebab, menempuh cara dan metode tertentu untuk mendekatkan anak-anak kita kepada hidayah tersebut. Jangan lupakan mereka dalam doa-doa kita.
Doa yang sering kita panjatkan, semoga Allah mengabulkannya. Aamiin.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
"Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Furqon: 74)
Al Qurtubhi rahimahullah berkata,
ليس شيء أقر لعين المؤمن من أن يرى زوجته وأولاده مطيعين لله عز وجل.
“Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannya taat pada Allah ‘azza wa jalla.” Perkataan semacam ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/333)
Posting Komentar