0
Setelah Menikah Para Sahabat Hidup Bersama Ayahnya Atau Pindah ke RumahSendiri
Keluarga Dakwah - Setelah Menikah Para Sahabat Hidup Bersama Ayahnya Atau Pindah ke Rumah Sendiri

Pada umumnya kebiasaan kehidupan para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah yang biasa juga dilakukan oleh manusia, bahwa seseorang jika sudah menikah menjadikan rumahnya terpisah berbeda dengan rumah bapaknya, tidak ada kekhususan keadaan para sahabat dalam hal ini.

Di antara beberapa riwayat yang menunjukkan hal itu adalah sebagai berikut:

Riwayat Pertama. Apa yang telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam Mushannafnya (19822) dengan sanad yang shahih dari jalur Mu’ammar, dari Ayub, dari Nafi’ berkata:

“Telah sampai berita kepada Umar bahwa Shofiyyah istrinya Abdullah bin Umar telah menutupi rumahnya dengan tirai bergambar atau dengan yang lainnya, yang diberikan oleh Abdullah bin Umar. Maka Umar berpendapat dan beliau ingin mencabutnya. Berita ini menyebar ke mereka dan mereka pun mencabutnya. Pada saat Umar datang, maka tirai tersebut sudah tidak ada. Beliau berkata: “Ada apa gerangan suatu kaum, mereka mendatangi kami dengan sesuatu yang mengandung dusta”.

Yang menjadi istidlal (pengambilan dalil) dari riwayat di atas adalah pada saat Umar mendengar bahwa menantunya (istri dari Abdullah bin Umar) telah menutupi rumahnya dengan tirai yang bergambar, maka beliau mendatangi rumah anaknya, hanya saja mereka mencabutnya sebelum Umar sampai ke rumah tersebut, hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak tinggal dalam satu rumah.

Riwayat Kedua, adalah riwayat An Nasa’i dalam sunannya: 2398 dengan sanad yang shahih melalui jalur Yahya bin Hammad berkata: “Abu ‘Uwanah telah meriwayatkan kepada kami dari Mughirah dari Mujahid berkata: “Abdullah bin ‘Amr telah berkata kepadaku:

أَنْكَحَنِي أَبِي امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ ، فَكَانَ يَأْتِيهَا فَيَسْأَلُهَا عَنْ بَعْلِهَا ، فَقَالَتْ: نِعْمَ الرَّجُلُ، مِنْ رَجُلٍ لَمْ يَطَأْ لَنَا فِرَاشًا ، وَلَمْ يُفَتِّشْ لَنَا كَنَفًا مُنْذُ أَتَيْنَاهُ !!فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: (ائْتِنِي بِهِ (فَأَتَيْتُهُ مَعَهُ ، فَقَالَ: ( كَيْفَ تَصُومُ؟ ) قُلْتُ: كُلَّ يَوْمٍ .قَالَ: (صُمْ مِنْ كُلِّ جُمُعَةٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ)، قُلْتُ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ ، قَالَ: (صُمْ يَوْمَيْنِ وَأَفْطِرْ يَوْمًا )، قَالَ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ ، قَالَ:(صُمْ أَفْضَلَ الصِّيَامِ ، صِيَامَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، صَوْمُ يَوْمٍ وَفِطْرُ يَوْمٍ

“Ayahku menikahkanku dengan seorang wanita yang mempunyai kedudukan, beliau mendatanginya dan menanyakan tentang keadaan suaminya, ia menjawab: “Dia adalah suami terbaik, (Cuma) tidak menyentuh kami di ranjang dan tidak menggauli kami semenjak kami hadir dalam kehidupannya !!. Kemudian beliau menyebutkan hal itu di hadapan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya beliau bersabda: “Hadirkanlah ia kepadaku”. Maka kami berdua mendatangi beliau. Lalu beliau bertanya: “Bagaimana kamu berpuasa ?”, ia menjawab: “Setiap hari”, beliau bersabda: “Berpuasalah setiap Jum’at (pekan) tiga hari”, saya menjawab: “Saya mampu lebih dari itu”, beliau bersabda: “Berpuasalah dua hari dan sehari tidak berpuasa”. Dia menjawab: “Saya mampu lebih dari itu”, beliau bersabda: “Berpuasalah dengan sebaik-baik puasa, yaitu; puasa Daud –‘alaihis salam- puasa satu hari dan berbuka satu hari”.

Yang menjadi dalil dalam hadits di atas adalah bahwa Abdullah bin Amr setelah menikah, ayahnya mengunjunginya dan bertanya kepada istrinya tentang keadaan Abdullah bersamanya, maka setelah diketahui bahwa dia terus sibuk dengan ibadah dari pada istrinya, maka ayahnya mengadukannya kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka beliau mendatangi rumah Abdullah, maka hal ini menunjukkan bahwa Abdullah bin ‘Amr setelah menikah tinggal di rumah selain rumah ayahnya.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa di antara para sahabat setelah menikah ada yang tetap tinggal bersama orang tuanya di sebuah rumah yang mengumpulkan mereka semuanya.

Riwayat Ketiga, Yang menunjukkan hal ini adalah kisah Fatimah binti Qais, bahwa Ath Thahawi telah meriwayatkan di dalam Syarah Ma’ani Al Atsar (3/69) dengan sanad yang shahih dari jalur Amr bin Maimun dari ayahnya, ia berkata: “Saya berkata kepada Sa’id bin Musayyib: “Dimana seorang wanita yang ditalak tiga menjalani masa iddah ?”, beliau menjawab: “Di rumahnya”, lalu saya berkata: “Tidakkah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruh Fathimah binti Qais untuk menjalani masa iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum ?”, maka beliau menjawab: “Wanita tersebut telah menimbulkan fitnah bagi banyak orang, panjang lisannya kepada saudara suaminya (menyakiti dengan lisannya), maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyuruhnya untuk menjalani masa iddah di rumah Abdullah bin Ummi Maktum, beliau termasuk orang yang tidak bisa melihat”.

Ibnu Abdil Bar berkata di dalam Al Istidkar (6/158):
Bahwa ‘Aisyah pernah berkata dan berpendapat bahwa Fatimah binti Qais tidak dibolehkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- keluar dari rumahnya yang dijadikan tempat untuk mentalak dirinya; karena pemicunya adalah karena kejahatan lisannya kepada kerabat suaminya yang tinggal bersamanya di dalam satu rumah dan karena dia bersama dengan mereka dalam keburukan diluar batas”.

Dan masih banyak kisah-kisah yang lainnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam. 

Posting Komentar

 
Top