0
Mahar Tidak Tunai (Hutang)
Keluarga Dakwah - Mahar pernikahan boleh dibayarkan tunai, juga boleh dibayarkan pada waktu yang akan datang (tidak tunai).

Ibnu Qudamah mengatakan,

ويجوز أن يكون الصداق معجلا ومؤجلا وبعضه معجلا وبعضه مؤجلا لأنه عوض في معاوضة فجاز ذلك فيه كالثمن

Mahar boleh disegerakan dan boleh ditunda. Boleh juga sebagian disegerakan, dan sebagian ditunda. Karena mahar termasuk bayaran dalam akad muawadhah (imbal-balik), sehingga boleh disegerakan atau ditunda, seperti harga. (al-Mughni, 8/22)

Keterangan lain disampaikan Syaikhul Islam ketika menjelaskan masalah surat nikah, yang tertulis jenis maharnya,

ولم يكن الصحابة يكتبون “صداقات” لأنهم لم يكونوا يتزوجون على مؤخر ؛ بل يعجلون المهر ، وإن أخروه فهو معروف ، فلما صار الناس يتزوجون على المؤخر والمدة تطول ويُنسى : صاروا يكتبون المؤخر ، وصار ذلك حجة في إثبات الصداق ، وفي أنها زوجة له

“Tidak ada dari kalangan para sahabat Nabi yang menuliskan mahar-mahar mereka karena sesungguhnya mereka tidak menikah dengan mahar yang dihutang atau dibayar kemudian. Malah para Sahabat menikah dengan mahar tunai, dan kalaupun ada di antara mereka yang mengakhirkan pembayaran mahar maka hal itu mudah untuk diketahui, dan ketika banyak kalangan kaum muslimin yang menikah dengan mahar yang di akhirkan dan dengan jangka waktu yang panjang dan mudah terlupakan: Jadilah mereka mencatat mahar yang belum terlunasi, dan jadilah yang demikian itu sebagai bukti dalam menetapkan mahar, dan bukti bahwa dia adalah istri yang sah bagi suaminya.” (Majmu Al fatawa, 32/131)

Imam Ibnu Baz menjelaskan tentang teknis pembayaran mahar,

هذه المسألة ترجع إلى اتفاق الزوجين ، أو الزوج وولي المرأة ، إذا اتفقا على شيء فلا بأس به ، من تعجيل أو تأجيل ، كل ذلك واسع والحمد لله ؛ لقوله صلى الله عليه وسلم : (الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ)

Permasalahan ini kembali kepada kesepakatan suami-istri atau kesepakatan suami dan wali wanita. Ketika mereka sepakat dalam hal tertentu, tidak masalah, seperti menyegerahkan mahar atau menundanya. Semua itu longgar, walhamdulillah… berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kaum muslimin harus mengikuti kesepakatan mereka.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 21/89)

Dan yang dibayarkan kemudian inilah yang dianggap sebagai hutang dalam tanggungan dan beban suami. Wajib baginya menutupi dan mememenuhinya pada batas waktu yang ditentukan sebagaimana layaknya hutang-piutang, dan bagi mahar yang pembayarannya tidak dibatasi waktu maka wajib bagi suami memenuhinya apabila dia menceraikan istrinya atau pada saat terjadi perceraian, dan apabila dia meninggal dunia maka keluarga suamilah yang memenuhinya.

Wallahu a’lam.

Posting Komentar

 
Top