0
Suami Tidak Memenuhi Hak-hak Istri Dalam Pergaualan Suami-Istri Sebagaimana Disyariatkan
Keluarga Dakwah - Seorang istri kadang-kadang  tercukupi dengan nafkah suaminya kepadanya, disediakannya tempat tinggal, pakaian atau hal lainnya dari kebutuhan materinya. Akan tetapi kebutuhan biologis istri harus dipenuhi. Menyalurkan hasrat  hanya suaminya yang dapat memberikan hal itu. Atau dia berusaha melakukan apa yang diharamkan oleh Allah, kita berlindung kepada Allah dari pikiran yang mengarah kesana atau diuji untuk melakukan hal yang haram.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah pernah ditanya tentang seorang suami yang bisa bersabar sebulan atau dua bulan dia tidak menggauli istrinya, maka apakah dia berdosa karena hal itu ataukah tidak? Dan apakah suami bisa dituntut karena hal tersebut?

Beliau menjawab, “Wajib atas suami menggauli istrinya secara baik, karena itu merupakan hak istri yang sangat ditekankan kepadanya, lebih besar perkaranya daripada sekedar  memberikan makan kepadanya. Berjimak itu wajib. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa sesungguhnya hal itu wajib diberikan setiap empat bulan sekali. Riwayat lain mengatakan sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami. Sebagaimana memberikan makan kepada istri yaitu sesuai dengan kebutuhannya dan kemampuan sang suami. Riwayat ini paling benar dari dua pendapat tersebut.” (Majmu Al-Fatawa, 32/ 271).”

Dalam Shahih Muslim ( 1006 ) diriwayatkan dari hadits Abu Dzar Radliyallahu Anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ؛ أَيَأتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ ، وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ؟ قَالَ : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ؟! فَكَذَلِكَ ؛ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلَالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا

“Dan di setiap kemaluan istri salah seorang dari kalian terdapat shodaqoh.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah jika salah seorang dari kita menyalurkan syahwat dan hasratnya apakah karena hal tersebut dia akan mendapatkan pahala ?!, beliau menjawab, ‘Tahukah kalian jika dia menyalurkannya ketempat yang haram, bukankah dia akan mendapatkan dosa dan siksa?! Maka demikian pula apabila dia menempatkannya kepada yang halal, maka baginya pahala.”

Dapat disimpulkan wajib bagi suami yang berakal agar memberikan perhatian kepada istrinya dari sisi tersebut melebihi perhatian dan kepeduliannya dari yang lainnya, agar dia bisa menjaga dirinya, menutupi kehormatannya, dan memenuhi kebutuhannya sebatas kemampuan yang bisa ia lakukan, meskipun jika dia sendiri tidak punya hasrat yang menggelora untuk melakukan itu, atau meskipun dia merasa terpaksa untuk melakukannya, hanya sekedar untuk memenuhi hasrat istrinya, maka dalam hal ini keduanya mendapatkan pahala Insya Allah, dan membantu dalam menegakkan agama dan dunia.

Sebagai seorang istri jangan mengurangi kewajibannya terhadap suami, seperti berhias, mempercantik diri di hadapannya, dan menyediakan diri untuk memenuhi hajat suami. Dan perhatikan kasus suami dalam dua hal :

· Pertama: Memastikan bahwa dia tidak mempunyai masalah medis yang menghalangi suami anda untuk melakukan jimak. Meskipun  permasalahan itu berkaitan dengan riwayat medis secara pribadi, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan orang, atau masalah impotensi. 

· Kedua: Memastikan untuk menutup segala celah dan peluang di depan suami anda agar hanya menyalurkan syahwatnya kepada istrinya. Karena apabila suami anda telah terbiasa melakukan cara lain, baik itu cara yang haram seperti onani, atau bahkan melakukan perzinaan dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu, atau dia melakukan cara yang dibolehkan, seperti dia menyalurkan syahwatnya dengan istrinya tanpa melakukan jimak, maka biasanya itu semua akan mengurangi keinginannya untuk menggauli istrinya. Jika semua cara ini yang dia lakukan untuk menyalurkan syahwatnya, maka bisa jadi dia sama sekali tidak membutuhkan lagi istrinya, bagaimana pun kecantikan dan upaya yang telah dilakukan untuk suaminya.

Bila kondisinya seperti itu, tinggalkan segala jalan yang mengarah kepada hal tersebut. Penuhilah hasrat suami dengan segala cara yang dibolehkan dan layanilah dia, akan tetapi tinggalkanlah hanya sekedar memenuhi syahwatnya saja dan alihkanlah kepada perilaku yang dilakukan bersama-sama yang kedua belah pihak dapat meraih hak masing-masing. Setiap dari suami dan istri hendaknya melaksakan apa yang diwajibkan oleh Allah kepadanya dengan memberikan kepuasan kepada pasangannya.

Perceraian merupakan upaya dan solusi terakhir

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata :

“Keberatan yang dialami seorang istri dengan karena tidak dijimak, mengakibatkan dibolehkannya Fasakh (membatalkan pernikahan). Dalam semua kondisi, apakah dengan kesengajaan suami maupun tanpa kesengajaan, baik dia mampu melakukannya atau dia tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Hal ini disetarakan dengan masalah memberi nafkah meskipun masalah jimak lebih utama.” (Al Fatawa Al Kubro, 5/481-482)

Wallahu 'Alam

Posting Komentar

 
Top