0
Hukum Jika Salah Seorang Suami Istri Masuk Islam
Keluarga Dakwah -  Keterangan Imam asy-Syafii,,

إذا كان الزوجان مشركين وثنيين أو مجوسيين عربيين أو أعجميين من غير بني إسرائيل ودانا دين اليهود والنصارى أو أي دين دانا من الشرك إذا لم يكونا من بني إسرائيل أو يدينان دين اليهود والنصارى فأسلم أحد الزوجين قبل الآخر وقد دخل الزوج بالمرأة فلا يحل للزوج الوطء والنكاح موقوف على العدة

Apabila ada suami istri yang musyrik, atau penyembah berhala, atau orang Arab beragama Majusi, atau non-Arab yang bukan Bani Israil dan beragama Yahudi atau Nasrani, atau agama musyrik apapun, dan dia bukan Bani Israil, kemudian salah satu masuk Islam, sementara yang lain masih beragama sebelumnya, dan telah terjadi hubungan badan, maka (ketika salah satu masuk Islam) sang suami tidak lagi boleh melakukan hubungan badan denagn istrinya. Dan status nikahnya menggantung selama masa iddah. (al-Umm, 5:48).

Kemudian Imam asy-Syafii menjelaskan batasan iddahnya,

وعدتها عدة المطلقة

Masa iddahnya sama dengan iddah wanita yang ditalak. (al-Umm, 5:48)

Seperti yang kita ketahui, masa iddah wanita yang ditalak adalah selama 3 kali haid.

Bagaimana jika si Istri menyusul masuk Islam?

Kita simak penjelasan lanjutan dari Imam asy-Syafii:

فإن أسلم المتخلف عن الإسلام منهما قبل انقضاء العدة فالنكاح ثابت وإن لم يسلم حتى تنقضي العدة فالعصمة منقطعة بينهما وانقطاعها فسخ بلا طلاق

Jika si istri atau si suami menyusul masuk islam, sebelum masa iddah selesai maka status pernikahannnya tidak batal (tidak perlu nikah ulang). Namun jika yang dia baru menyusul masuk islam setelah masa iddah selesai maka ikatan pernikahan telah putus. Putusnya ikatan pernikahan ini statusnya fasakh dan bukan talak. (al-Umm, 5:48)

Salah Seorang Suami Istri Masuk Islam Sebelum Bercampur

Imam Malik mengemukakan, “Jika pihak wanita yang masuk Islam, maka ditawarkan kepada suaminya untuk masuk Islam, jika ia mau masuk Islam, maka pernikahan mereka boleh dilanjutkan dan jika tidak, maka keduanya harus dipisahkan. Dan jika pihak suaminya yang masuk Islam, maka disegerakan untuk dipisahkan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah al-Mumtahanah ayat 10.

Jika pemisahan terjadi sebelum suami masuk Islam, maka bagi pihak wanita berhak mendapatkan setengah mahar yang telah disebutkan jika mahar yang diberikan itu bukan dari barang yang haram, atau setengah mahar yang sebanding jika mahar yang diberikan adalah dari barang yang haram, seperti khamr atau babi.

Dan jika yang masuk Islam adalah pihak istri, maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu apa pun, karena pemisahan itu bermula dari pihaknya. Pendapat inilah yang dikemukakan oleh al-Hasan, Malik, Ahmad, az-Zuhri, al-Auza’i, Ibnu Syubrumah dan Syafi’i.

Sumber: Diringkas dari Syaikh Hassan Ayyub, Fiqh al-Usroh al-Muslimah, atau Fikih Keluarga, terj. Abdul Ghofar EM. (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 190

Posting Komentar

 
Top