Talak dilakukan dengan ihsân (baik-baik), tidak dengan menyakiti, ucapan-ucapan kasar, kezhaliman dan permusuhan.
Demikian ini, karena Allâh Azza wa Jalla memerintahkan berbuat ihsan dalam segala urusan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu, boleh rujuk kembali dengan cara ma’ruf atau menceraikannya dengan cara yang baik. [Al-Baqarah/2:229].
Imam Ibnu Jarîr t meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu ditanya tentang makna ayat tersebut, kemudian beliau mengatakan, “(Hendaknya) seorang lelaki bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla dalam menjatuhkan talak tiga. Kalau mau, merujuknya dengan cara- ma’ruf, dengan mempergaulinya baik, atau melepasnya (menceraikannya) tanpa mengzhalimi haknya sedikit pun”.
Adh-Dhahhâk rahimahullah mengatakan, “Melepasnya dengan baik maksudnya memberinya mahar jika belum dibayarkan oleh suami jika menceraikannya dan memberinya mut’ah sesuai dengan kemampuan”.
Ayat ini semakna dengan firman Allâh Azza wa Jalla :
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik [Ath-Thalâq/65:2]
Dan semakna dengan kandungan firman Allâh Azza wa Jalla berikut ini juga:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ ۚ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ وَلَا تَتَّخِذُوا آيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمَا أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ الْكِتَابِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Apabila kamu mentalak istri-istri kamu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah dengan cara yang ma’ruf (pula). Janganlah kamu merujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allâh sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allâh kepadamu yaitu al-Kitab (Al-Qur`an) dan al-Hikmah (Sunnah). Allâh memberi pelajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allâh serta ketahuilah bahwasanya Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu. [Al-Baqarah/2:231]
Perhatikanlah ancaman berat bagi orang yang menjadikan ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla sebagai bahan permainan. Menjadikan apa yang telah diterangkan Allâh Azza wa Jalla tentang perkara halal, haram, perintah dan larangan dalam perintah merujuk dan menceraikan sebagai bahan permainan dengan cara melanggar dan melawannya. Ia tidak memperhatikannya dengan baik. Ia justru menyia-nyiakannya dan melanggar aturan-aturan syariat-Nya. Aneh, ia mau saja mencatatkan dirinya sendiri sebagai orang yang berbuat zhalim terhadap dirinya. Akibatnya, ia menyebabkan dosa bagi dirinya dan mengundang siksa bagi dirinya dari Allâh Azza wa Jalla. (Maka) renungilah, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan mereka untuk mengingat-ingat nikmat Allâh Azza wa Jalla yang tercurah kepadanya dalam bentuk perintah yang diarahkan-Nya kepada mereka dan larangan yang Allâh Azza wa Jalla tetapkan pada mereka yang memuat sumber kebahagiaan dan keselamatan mereka!.
Dan masih dalam makna yang sama dengan di atas, firman Allâh Azza wa Jalla berikut:
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf. [Al-Baqarah/2:241]
Imam Ibnu Jarîr rahimahullah mengatakan, “Maksud Allâh Azza wa Jalla dengan ayat di atas ialah bahwa sesungguhnya wanita yang ditalak mendapat hak menerima matâ’ dari suami yang menceraikannya. Yaitu sesuatu yang menyenangkannya (menghiburnya) berupa baju, pakaian, nafkah, pembantu dan lain-lain. Dan Allâh Azza wa Jalla menegaskannya dengan firman-Nya:
حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa [Al-Baqarah/2:241]
Mereka itu (yang melakukannya) adalah orang-orang yang bertakwa dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka melaksanakannya semuanya berdasarkan tanggungan yang harus mereka pikul, karena mereka takut kepada-Nya dan khawatir terhadap siksa-Nya”.
Demikian juga firman Allâh Azza wa Jalla berikut:
وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ
Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula). [Al-Baqarah/2:236]
Allâh Azza wa Jalla menguatkannya dengan firman-Nya:
مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِينَ
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. [Al-Baqarah/2:236]
Allâh Azza wa Jalla menjadikannya hak yang wajib ditunaikan oleh orang-orang yang berbuat baik kepada dirinya sendiri dengan bersegera untuk taat kepada Allâh dalam perkara yang Allâh Azza wa Jalla mewajibkan mereka untuk melakukannya, komitmen mereka untuk menjalankan farîdhah-farîdhah yang dibebankan-Nya pada mereka, dan mereka berbuat baik kepada istri-istri yang mereka ceraikan dengan memberi pemberian dalam bentuk yang patut menurut syariat dan norma kepatutan.
Dengan mencermati ketentuan-ketentuan Ilahi di atas dalam talak, manakah orang-orang Islam yang mengaplikasikan ketentuan-ketentuan ini?. Apakah yang menimpa mereka sehingga mengesampingkan hukum-hukum Al-Qur`ân?!. Demi Allâh!. Sesungguhnya hati ini hampir-hampir hancur berkeping-keping karena kesedihan mendalam dan mata meneteskan tetesan darah lantaran keadaan bodoh yang dialami oleh manusia. Tidak ada penuntun bagi mereka menuju fiqih dan ilmu agama. Akibatnya, pengadilan-pengadilan agama penuh dengan arus dari gelombang keluhan-keluhan wanita-wanita yang terzhalimi dan menjadi tempat datangnya tuntutan-tuntutan istri-istri. Akhirnya, kezhaliman sebagian orang Muslim dalam persoalan talak dan terampasnya hak-hak istri menjadi realita yang mencoreng Islam dan sasaran fitnah bagi orang-orang di luar Islam.
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [Al-Mumtahanah/60 :5]
Wallâhu a’lam.
Posting Komentar