Keluarga Dakwah - Bulan Ramadan adalah kesempatan yang agung bagi hamba yang beribadah untuk menambah ibadahnya. Dan bagi pelaku kemaksiatan, agar meninggalkan kemaksiatannya dan memperbaiki hubungan dengan Tuhannya Azza Wajalla dengan meninggalkan kemaksiatan dan memperbanyak ketaatan.
Seharusnya seorang istri mengetahui bahwa suaminya mempunyai hak yang agung. Maka tidak dibolehkan mengabaikan hak-haknya. Dan dia tidak diperkenankan menolak hak suaminya yang seharusnya ditunaikan dibandingkan dengan ibadah sunah.
Dari Abdullah bin Abi Aufa radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا , وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
“Demi jiwa Muhammad yang ada di Tangan-Nya. Seorang istri belum menunaikan hak Tuhannya, sebelum dia menunaikan hak suaminya. Meskipun dia meminta dirinya dalam kondisi di dapur, maka dia (tidak diperkenankan) untuk menolaknya.” (HR. Ibnu Majah, 1853 dan dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih At-Targhib, 1938)
Karena agungnya hak suami, sehingga seorang istri diperintahkan untuk meminta izin kepada (suaminya) sebelum melakukan sebagian ibadah sunnah yang terkadang bertolak belakang dengan hak suaminya.
Namun seharusnya seorang suami hendaklah bertakwa kepada Allah terhadap istrinya, jangan dibebani melebihi kekuatannya. Waktu pagi dan malamnya hilang. Sehingga tidak dapat mempergunakan siang puasanya dengan ketaatan, tidak juga waktu malamnya untuk beribadah. Di antara hak istri dari suaminya adalah dia mendapatkan kesempatan untuk beribadah di bulan ini dengan ketaatan. Maka (suami) jangan melarangnya membaca Al-Qur’an, dan qiyamul lail. Hendaknya dapat diatur diantara kedunya, agar tidak terjadi kontradiksi antara hak (suami) dengan ketaatan kepada Tuhannya dan ibadahnya. Dan ini –tentunya- dalam ibadah-ibadah sunah. Sementara kalau ibadah wajib, maka suami tidak ada hak untuk melarangnya
Diantara petunjuk Nabi sallallahu alaihi wa sallam terhadap istri-istrinya adalah menganjurkan dalam ketaatan dan ibadah. Terutama pada sepuluh malam akhir di bulan Ramadan.
“Dari Aisyah radhiallahu’anha berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ , وَأَحْيَا لَيْلَهُ , وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ (رواه البخاري، رقم 1920 و مسلم، رقم 1174 )
“Dahulu Nabi sallallahu alaihi wa sallam ketika memasuki sepuluh akhir (Ramadan) mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan istrinya.“ HR. Bukhari, 1920 dan Muslim, 1174)
Kalau masing-masing telah mengetahui hak dan kewajibannya, maka keduanya akan tenang dari pertikaian dan pertengkaran yang seringkali terjadi. Kalau keduanya telah mengetahui bahwa kesempatan seperti ini terkadang tidak terulang lagi dalam kehidupannya keculai sedikit, maka hal itu akan menambah semangat untuk mempergunakan hari-hari dan malam Ramadan dengan sebaik mungkin.
Kita memohon kepada Allah tabaraoka Wa Ta’ala agar disatukan diantara dua hati dalam keluarga dan dibantu untuk melakukan ketaatan dan ibadah kepada-Nya. Aamiin. (islamq - Keluagra Dakwah)
Home
»
»Unlabelled
» Dibolehkah Menolak Ajakan Suaminya Di Bulan Ramadan?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar