وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228).
Dan hak rujuk pada suami ini tidak bisa ia gugurkan sendiri. Semisal suami berkata, “Saya mentalakmu, namun saya tidak akan pernah rujuk kembali”. Atau ia berkata, “Saya menggugurkan hakku untuk rujuk”. Seperti ini tidak teranggap karena penggugurannya berarti telah merubah syari’at Allah. Padahal tidak boleh seorang pun mengubah syari’at Allah. Padahal Allah Ta’ala telah menyebutkan,
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (QS. Al Baqarah: 229).
Dalam rujuk tidak disyaratkan ridho istri. Karena dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
“Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). Dalam ayat ini hak rujuk dijadikan milik suami. Dan Allah menjadikan rujuk tersebut sebagai perintah untuk suami dan tidak menjadikan pilihan bagi istri.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Wajib rujuk jika suami mentalak istrinya ketika haidh sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Umar. dan akan dibahas masalah talak bid’iy.
2. Rujuk tidak disyaratkan ada wali dan tidak disyaratkan mahar. Rujuk itu masih menahan istri sehingga masih dalam kondisi ikatan suami-istri.
3. Menurut mayoritas ulama, memberi tahu istri bahwa suami telah kembali rujuk hanyalah mustahab (sunnah). Seandainya tidak ada pernyataan sekali pun, rujuk tersebut tetap sah. Namun pendapat yang hati-hati dalam hal ini adalah tetap memberitahu istri bahwa suami akan rujuk. Karena inilah realisasi dari firman Allah,
فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ
“Maka rujukilah mereka dengan baik” (QS. Ath Tholaq: 2). Yang dikatakan rujuk dengan cara yang ma’ruf adalah memberitahukan si istri. Tujuan dari pemberitahuan pada istri adalah jika si istri telah lewat ‘iddah, ia bisa saja menikah dengan pria lain karena tidak mengetahui telah dirujuk oleh suami.
4. Ketika telah ditalak roj’iy, istri tetap berdandan dan berhias diri di hadapan suami sebagaimana kewajiban seorang istri. Karena ketika ditalak roj’iy, masih berada dalam masa ‘iddah, istri masih tetap istri suami. Allah Ta’ala berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu (masa ‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah” (QS. Al Baqarah: 228). Dandan dan berhias diri seperti ini tentu akan membuat suami untuk berpikiran untuk rujuk pada istri.
Posting Komentar