Keluarga Dakwah - Para ulama berbeda pendapat apakah mahram harus setelah terjadi jima’ (hubungan badan) atau cukup dengan akad nikah yang sah.
Pendapat yang kuat dalam masalah ini –wallahua’lam– adalah cukup dengan akad yang sah menantu sudah menjadi mahram untuk mertuanya..
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah– menerangkan saat menafsirkan ayat di atas,
أما أم المرأة فإنها تحرم بمجرد العقد على ابنتها، سواء دخل بها أو لم يدخل
Ibunya istri (ibu mertua) menjadi mahram cukup dengan berlangsungnya akad nikah atas putrinya. Baik telah berhubungan badan ataupun belum. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/249)
Seperti dijelaskan oleh Imam Ibnu Qudamah,
فمن تزوج امرأة حرم عليه كل أُم لها ، قريبة أو بعيدة [يعني الأم والجدة] بمجرد العقد نص عليه أحمد وهو قول أكثر أهل العلم منهم ابن مسعود وابن عمر وجابر وعمران بن حصين وكثير من التابعين وبه يقول مالك والشافعي وأصحاب الرأي….؛ لقول الله تعالى : ( وأمهات نسائكم ) والمعقود عليها من نسائه ، فتدخل أمها في عموم الآية . قال ابن عباس: أبهموا ما أبهم القرآن يعني عمموا حكمها في كل حال ، ولا تفصلوا بين المدخول بها وبين غيرها
“Laki-laki yang menikahi seorang wanita, maka seluruh ibu sang wanita menjadi mahramnya, baik ibu jauh maupun dekat (yakni ibu kandung ataupun nenek), hanya dengan melakukan akad nikah.:
Inilah pendapatnya Imam Ahmad dan dipegang oleh mayoritas ulama diantaranya : Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir, Imron bin Hushoin serta banyak ulama di generasi tabi’in. Pendapat ini pula yang dipegang oleh Imam Syafi’i dan Hanafi. Dasarnya adalah firman Allah,
وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ
"Diharamkan bagi kalian menikahi ibu-ibu istri kalian (mertua)," (QS. An-Nisa’ : 23)
Hanya dengan melakukan akad nikah, wanita sudah sah menjadi istri, (tanpa harus melakukan hubungan badan dulu, pent). Sehingga ibu istri, masuk dalam keumuman ayat otomatis menjadi mahram bagi menantu.
Masih Menjadi Mahram Mesti Sudah Bercerai
Mahram ada dua macam :
1. Mahram sementara (mu-aqqot)
2. Mahram selamanya (mu-abbad)
Mertua tergolong mahram selamanya (mu-abbad). Karena disebut dalam ayat yang menjelaskan tentang mahram di atas (QS. An-Nisa :23). Semua mahram yang disebutkan dalam ayat tersebut, statusnya adalah mahram selamanya. Sehingga meski anaknya sudah cerai, mantan menantunya tetap menjadi mahramnya selamanya.
Dijelaskan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah no. 26819 :
فلا يجوز للرجل الزواج من أم زوجته بعد طلاق بنتها أو وفاتها؛ لأن أم الزوجة محرمة على زوج ابنتها على التأبيد
Seorang lelaki tidak boleh menikahi ibunya istri meski setelah menceraikan putrinya atau ditinggal mati putrinya yang menjadi istrinya. Karena ibu mertua statusnya mahram selamanya bagi menantu.
Wallahu 'alam
Posting Komentar