0
Keluarga Dakwah - Jika dilihat dari sisi pandang suami. Jika suami menyusahkan istri dengan menyakitinya lantas suami tidak ingin melepaskannya. Ia hanya ingin istri yang menuntut khulu’ supaya suami mendapatkan tebusan, suami seperti iini terjerumus dalam keharaman. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ

“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya” (QS. An Nisa’: 19).

Jadi kalau suami berpisah dengan istri dalam kondisi ini, berarti suami mendapatkan kompensasi yang sebenarnya ia tidak berhak mendapatkannya.

Akan tetapi jika sebabnya karena istri berzina, maka suami mempersusah istri sehingga istri yang menuntut khulu’, maka dibolehkan. Dalam ayat yang sama disebutkan,

وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آَتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”(QS. An Nisa’: 19). Pengecualian dalam ayat ini menunjukkan bolehnya.

Namun jika suami memukul istrinya bukan dengan maksud membuat istri menuntut khulu’ dan istri akhirnya menuntut cerai (khulu’), maka khulu’ ketika itu sah. Karena suami tidak menyusah-nyusahkan kala itu.

Referensi:
Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyyah.

Posting Komentar

 
Top