Pada anak usia dini, latihan dapat dilakukan dengan memberikan tugas-tugas pribadi yang sangat sederhana. Seperti makan sendiri, mandi sendiri, membereskan mainan sendiri,hingga memelihara barang miliknya. Setelah itu meningkat pada tugas yang lebih komplek seperti membantu pekerjaan rumah, menjaga adik, dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan, sebagai orang tua hendaknya kita tidak langsung memberikan bantuan ketika anak mengalami kesulitan. Biarkan mereka mencoba. Biarkan mereka berusaha. Sertakan dorongan dan semangat agar mereka tak mudah menyerah. Setelah anak berada pada puncak kesulitan, barulah kita mengulurkan tangan untuk membantu.
Berikan pula kesempatan kepada anak untuk berinisiatif melakukan berbagai pekerjaan dan aktivitas. Biarkan anak belajar dari kesalahan, meski terkadang cukup merepotkan orang tua. Baik itu akibat gelas pecah alih-alih mencucinya sendiri atau tangan yang terkena duri setelah mencoba untuk membersihkan kebun. Biarkan mereka terus berkembang dan produktif selama masih dalam koridor syariat Allah.
Bagaimana bila anak melakukan kesalahan berkenaan dengan ketaatan kepada Allah? Ada sebuah cerita menarik dari ‘Abdullah bin Busr Ash-Shahabi Ra, tentang penanaman tanggung jawab ini.. Beliau mengisahkan, “Ibuku pernah mengutus saya ke tempat Rasulullah Saw untuk memberikan setandan buah anggur. Akan tetapi, sebelum sampai kepada Beliau saya makan (buah itu) sebagian. Ketika tiba di rumah Rasulullah, Beliau menjewer telinga saya seraya bersabda: ‘Wahai anak yang tidak amanah’.” (HR Ibnu Sunni). Subhanallah… betapa Nabi SAW memberikan contoh yang gamblang, bagaimana menghadapi kesalahan yang dilakukan anak.
Akan tetapi, jangan lupa pula memberikan apresiasi positif tehadap setiap pekerjaan anak. Meski hasilnya jauh dari yang diharapkan, anak-anak akan merasa bangga dan dihargai atas setiap usaha yang dilakukan. Perlu diingat, bukan kualitas hasil saja yang menjadi patokan, namun juga kesungguhan mereka dalam berusaha.
Salah satu apresiasi positif yang sangat diharapkan anak adalah dorongan dan motifasi untuk mandiri. Berbagai kisah para sahabat yang selalu bersungguh-sungguh dalam setiap langkahnya, bertebaran dalam lembaran sejarah yang agung. Baik tentang Abdurrahman bin Auf berusaha dari titik nol, hingga menjadi pedagang yang sukses. Atau Bilal bin Rabah yang hanya seorang budak, hingga menjadi hamba merdeka dan mulia di sisi Allah dan RasulNya.
Nah, siapkah kita melatih mereka menjadi pribadi yang mandiri? In sya Allah… (arrisalah / keluarga dakwah)
Posting Komentar