Konsekuensi Hukum Akibat Perzinahan
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa zina itu tidak menetapkan haramnya mushaharah (menjalin hubungan pernikahan) sehingga dibolehkan bagi seorang yang berbuat zina menikahi ibu dari wanita yang dizinainya. Mengenai hal ini telah terdapat banyak hadits yang semuanya mempunyai kekuatan dalil tersendiri. Misalnya adalah haits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia bercerita, Rasulullah saw bersabda,
“Seorang pezina yang telah dicambuk tidak boleh menikah kecuali dengan wanita yang semisalnya (pezina juga).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Begitu juga dalam firman Allah surat an-Nuur ayat 3.
Dalam beberapa dalil yang semisal dengan yang di atas, tidak mengandung pegertian bahwa wanita dilarang menikah dengan laki-laki yang diketahui berbuat zina, tetapi laki-laki dilarang menikah wanita yang diketahui bahwa ia pernah berzina. Hal itu berdasarkan fimran Allah dalam surah an-Nuur ayat 3.
Di dalam kitab al-Bayan dikatakan, “Jika seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita, maka dengan sebab perzinaan itu tidak diharamkan baginya menikahi wanita tersebut, demikian juga dengan ibu dan anak perempuannya. Dan bagi wanita yang berzina tidak diharamkan untuk menikah dengan ayah laki-laki yang menzinahinya juga dengan anak laki-lakinya (pezina laki-laki). Demikian juga jika ia mencium dan memegang wanita tersebut yang disertai dengan syahwat, atau melihat kemaluannya yang disertai dengan syahwat.”
Perzinaan Seorang Wanita Tidak Membatalkan Pernikahannya
Menurut ulama secara umum, jika ada seorang laki-laki berzina dengan istri orang lain, maka perzinaan itu tidak menyebabkan batalnya pernikahan wanita itu dengan suaminya.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Pernikahan dengan suaminya menjadi batal.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hasan al-Bashri.
Dalil pendapat pertama adalah hadits Ibnu Abbas mengenai seorang laki-laki yang mengatakan kepada Rasulullah saw, “Sesungguhnya istriku tidak melarang tangan orang yang menyentuhnya.” Maka beliau bersabda, “Ceraikanlah ia.” Lalu orang itu berkata, “Aku takut diriku akan mengikutinya.” Kemudian beliau bersabda, “Bersenang-senanglah dengannya.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
Dengan demikian, laki-laki tersebut mengungkapkan perzinaan dengan ungkapan, “Ia tidak melarang tangan orang yang menyentuhnya.” Dan Nabi saw tidak membatalkan nikah wanita itu.
Sumber : Fikih Keluarga, terj. Abdul Ghofar EM. (Pustaka Al-Kautsar), hlm. 155
Posting Komentar