0


Keluarga Dakwah  - Sakinah, mawaddah wa rahmah tentu menjadi dambaan semua keluarga. Rumah tangga yang diliputi suasana tenteram, cinta dan kasih sayang sesama anggota keluarga. Tak ada yang terlihat di sana selain pemandangan yang menyejukkan mata. Untuk cita-cita inilah kita pantas berdoa kepada Allah Ta’ala, “Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk pandangan mata (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Furqan 74).

Hasan al-Bashri rahimahullah ditanya tentang ini, “Wahai Abu Sa’id, apakah ayat ini berlaku di dunia atau di akhirat?” Beliau menjawab, “Ini berlaku di dunia, yakni ketika suami melihat istri dan anak-anaknya melakukan amal shalih yang menyenangkan hati.”

Kokohkan Bahtera

Jika di tengah perjalanan bahtera rumah tangga harus berhadapan dengan prahara yang menerpa, itu bukan pertanda kiamat keluarga menjelang tiba. Tapi, ujian yang membuat masing-masing anggota keluarga untuk makin dewasa, makin mengerti kekurangan dirinya, makin tahu hak keluarga atasnya, dan selanjutnya menjadi acuan untuk memperbaiki diri dan keluarganya.

Pada prinsipnya, problem keluarga bisa dicegah sebelum terjadinya. Kokohkan bahtera sebelum mengarungi dalam dan luasnya samudera. Selain mengetahui hak dan kewajibannya, memahami apa yang disukai dan apa yang dibenci oleh pasangannya, adalah perisai ampuh dari prahara rumah tangga. Betapa pun suami telah terbina, istri telah tunduk terhadap syariat agama, toh mereka manusia biasa, yang tidak lepas dari kecenderungan kepada kebiasaan tertentu, atau antipati terhadap hal-hal tertentu. Ini wajar dan sah-sah saja, selagi bukan kecenderungan kepada maksiat, atau antipati terhadap syariat.

Di samping keutamaan dan kelebihan pasangan yang layak mendapat apresiasi, perlu juga untuk mengerti kekurangan untuk ditutupi, bukan untuk dipecundangi. Juga memahami kelemahan untuk dikuatkan, bukan untuk dijatuhkan. Ini menjadi penopang penting bagi tegaknya bangunan rumah tangga. Jika tidak, maka keretakan segera merata, robohnya bangunan tinggal menunggu waktunya. Ada contoh bagus dari sahabat Abu Darda’ yang berkata kepada istrinya, “Jika aku marah, engkau jangan ikut marah, kalau kamu marah, aku akan berusaha untuk tidak marah. Sebab, jika kita sama-sama marah, alangkah cepatnya perpisahan kita.”

Komunikasi yang kurang cair, terlalu ‘formal’ atau cenderung kaku menjadi hambatan menuju keharmonisan keluarga. Pun, ketika problem menimpa, relatif sulit untuk menyelesaikannya. Maka perlu membiasakan cara komunikasi yang romantis, senda gurau seperlunya yang tidak menjatuhkan kewibawaan, atau canda yang tidak menyakitkan dan mengandung unsur pelecehan.

Berani mengakui kesalahan sendiri, dan mengakui keutamaan anggota keluarga adalah cara dewasa untuk menyelesaikan persoalan, disamping sangat efektif mencegah terjadinya percekcokan. (jkdklaten / Keluarga Dakwah)

Posting Komentar

 
Top