Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Bicara cinta kita cinta, mau sayang paling sayang
itulah beberapa ungkapan manis kita kepada orang yang telah berbagi suka dan duka bersama mengarungi bahtera rumah tangga
saat kita memutuskan untuk menikah mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sudah barang tentu kita paham konsekuensinya
ketika memilih dia sebagai 'teman hidup’.
Suami adalah aktor utama dalam Scenario Romantic ini, ia seperti nahkoda kapal yang mengarahkan kemana kapal akan berlabuh nanti, tentu tempat-tempat aman, indah dan banyak kebahagian yang menjadi tujuannya.
Ia adalah pelindung bagi keluarganya, dunia dan akhirat.
namun tidak sedikit kita jumpai bahwa pernikahan dijadikan sebuah ajang 'keren-kerenan', keren dihadapan manusia saja, lantas tabrak rambu-rambu syariat
karena tidak sedikit suami yang mengabaikan tugasnya sebagai seorang pemimpin, seakan ia akan aman, terbebas dari pertanyaan-pertanyaan di akhirat dan tak ada yang menggugat
Anak, ia adalah buah cinta yang juga memiliki hak dalam rumah yang menjadi tempat sementara mereka tinggal sebelum ke tempat tinggal yang selamanya
tak sedikit juga ia menjadi korban dari rumah tangga yang dibangun tidak memiliki tujuan mulia, saudaraku ingat anak adalah asetmu saat mulut telah tertutup tanah liat!
seorang ayah perlu tahu dan bahkan wajib faham bahwa rumah tangga yang dibangun bersama orang-orang tercinta bisa membawanya dalam kehancuran, membawa petaka, juga dapat membawanya kedalam kenikmatan surga
dan seorang ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya
semuanya diakui memiliki peran dalam membangun cinta yang berasal dari 2 kepala berbeda
namun lagi-lagi, laki-laki lah yang menjadi kunci utama didalamnya, bila ia baik maka kebaikan itu akan ditularkan kepada keluarganya
karna kebaikan itu menular, begitu juga dengan keburukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، … والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم”
“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” (HSR. Al-Bukhari no. 2278 dan Muslim no. 1829)
banyak para ayah yang hanya memikirkan akan masa depan anaknya perihal dunia, walaupun anak tidak shalat ia merasa aman-aman saja, dan begitu juga dengan istrinya hanya kebutuhan duniawinya saja yang terpenuhi namun ruhaninya kosong bagai gelas tanpa air.
Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
"Pendidikan terhadap anak-anak hendaknya dimulai pada usia mumayyiz. Awali dengan pendidikan agama, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
مروا أولادكم بالصلاة لسبع واضربوهم عليها لعشر وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه أبو داود)
"Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah pada usia sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur di antara mereka." (HR. Abu Daud)
Alih-alih ingin bahagia dunia akhirat justru ‘cintanya’ itu kelak menggugatnya di hadapan Rabbul Izzah, pasal apa?
karna kelalaiannya ia tidak mendiidk istri dan anaknya maka disaat mereka melakukan kemaksiatan, ia yang menanggung dosanya.
Allah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At Taghaabun: 14)
Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakukan amal shaleh dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Ta’ala. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/482)
Kita dapati kebanyakan orang salah menempatkan arti cinta dan kasih sayang kepada istri dan anak-anak, dengan menuruti semua keinginan mereka meskipun dalam hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, yang pada gilirannya justru akan mencelakakan dan merusak kebahagiaan hidup mereka sendiri.
dan yang lebih mengerikan, Allahu Ta'ala memasukan suami seperti ini ke dalam tiga golongan yang celaka kelak di akhirat
Dalam sebuah hadits marfu', dari Ibnu Umar Radliyallahu ‘Anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ : اَلْعَاقُ لِوَالِدَيْهِ ، وَالدَّيُّوْثُ ، وَرَجْلَةُ النِّسَاءِ
“Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat nanti, yaitu orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan ad-dayyuts . . . “ (HR. an-Nasa’i dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani).
Makna ad-dayyuts adalah seorang suami atau ayah yang membiarkan kemaksiatan terjadi dalam keluarganya. Yaitu ketika dia melihat kemungkaran oleh anggota keluarganya, dia hanya diam saja dan tidak merubahnya.
Suami yang berada di 'ketiak' istrinya, dibawah komando dan arahan karena tidak berani menegur dan melurusan saat istrinya melakukan maksiat.
misal : Merelakan anggota keluarga perempuan keluar rumah tanpa menggunakan jilbab atau hijab syar’i -mereka menolak mengenakannya dengan beribu alasan- sehingga bisa dipandang dengan leluasa, ditambah parahnya menggunakan pakaian ketat yang merangsang nafsu birahi para pria.
dimana kecemburuanmu wahai lelaki!?
pastinya kita tidak ingin seperti itu bukan? menjadi pengecut.
baik, mintalah kepada Allah agar kita diberikan kekuatan sebagaimana seharusnya seorang lelaki, agar dimudahkan dalam ketaatan, mendidik istri yang enggan menutup aurat jadi berlapang dada dalam menerima perintah syariat, serta memudahkan anak untuk shalat dan lebih memperhatikan kemajuan agamanya dibanding duniawinya, walaupun ilmu keduniawian juga akan menjadi sebab amal yang terus mengalir pahalanya bilamana ilmu itu bermanfaat, namun prioritas pertama adalah kemajuan ketaatan dia kepada Allahu Ta’ala.
luruskan niat dan terus berdoa agar kita terhindar dari apa-apa yang mengerikan nanti diakhirat, berdoa agar diberikan hidayah sampai saat malakul maut menjemput selagi semua belum terlambat, dan yang paling penting agar dapat berkumpul lagi kelak di akhrirat bersama-sama keluarga tercinta seperti sediakala di dunia
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ
"Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." (QS. Al-Ra'du: 22-23)
renungkanlah sabda dan nasihat Nabi kalian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam, suami teladan umat ini…
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi no 3895 dari hadits Aisyah dan Ibnu Majah no 1977 dari hadits Ibnu Abbas dan dishahihakan oleh Syaikh Al-Albani (lihat As-Shahihah no 285))
Maka bilamana terbukti cinta itu tulus atau tidak lihatlah sikap ia kepada keluarga, ia pasti menjaga keluarganya dari marabahaya, terutama marabahaya di akhirat.
Posting Komentar