0
Mensyukuri Kebaikan yang Diberikan Suami.
Keluarga Dakwah - Seorang istri harus pandai-pandai berterima kasih kepada suaminya atas semua yang telah diberikan suaminya kepadanya. Bila tidak, si istri akan berhadapan dengan ancaman neraka Allah Ta'ala.

Seselesainya dari Shalat Kusuf (Shalat Gerhana), Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda menceritakan surga dan neraka yang diperlihatkan kepada beliau ketika shalat:

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لـِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka (1).” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka pada suatu masa, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata: ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Al-Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 2106)

Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi radhiallahu 'anhu berkata: “Dalam hadits ini disebutkan secara khusus dosa kufur/ingkar terhadap suami di antara sekian dosa lainnya. Karena Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam telah menyatakan: ‘Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.’ Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam mengandaikan hak suami terhadap istri dengan hak Allah (2), maka bila seorang istri mengkufuri/mengingkari hak suaminya, sementara hak suami terhadapnya telah mencapai puncak yang sedemikian besar, hal itu sebagai bukti istri tersebut meremehkan hak Allah ta'ala. Karena itulah diberikan istilah kufur atas perbuatannya. Akan tetapi kufurnya tidak sampai mengeluarkan dari agama.” (Fathul Bari, 1/106)

Dalam kitab Ash-Shahihain disebutkan bahwa pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat.

Setelahnya beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas kalian adalah penghuni neraka.” Salah seorang wanita yang hadir di tempat tersebut bertanya: “Apa sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.”

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab
---------------------------------------------------------------
(1) Yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur ashghar (kufur kecil) yaitu kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari keimanan. Pelakunya tetap seorang muslim. Namun karena dosa yang diperbuat, pantas mendapatkan siksa di dalam neraka walaupun tidak kekal di dalamnya sebagaimana pelaku kufur akbar (kufur besar). Kufur ini yang diistilahkan kufrun duna kufrin.

Al-Qadhi Abu Bakr ibnul ‘Arabi t berkata dalam syarahnya sebagaimana dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani radhiallahu 'anhu: “Maksud penulis (Al-Imam Al-Bukhari t) membawakan hadits ini (seperti dalam kitab Al-Iman bab Kufranil ‘Asyir wa Kufrin duna Kufrin) adalah untuk menerangkan bahwa sebagaimana ketaatan diistilahkan dengan iman, maka demikian pula perbuatan maksiat diistilahkan dengan kufur. Akan tetapi kufur yang disebutkan dalam hadits ini bukan kufur yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.” (Fathul Bari, 1/106)

Al-Imam An-Nawawi t menyatakan bolehnya memberikan istilah kufur kepada orang yang mengkufuri/mengingkari hak-hak orang lain terhadapnya sebagai satu celaan bagi si pelaku, walaupun ia tidak kafir kepada Allah l. (Syarh Shahih Muslim, 6/213)

(2) Maksudnya Nabi n mengandaikan bila boleh bersujud kepada selain Allah l niscaya istri akan diperintah sujud kepada suaminya. Namun mendapatkan sujud dari para hamba hanyalah merupakan hak Allah l. Tidak ada satu pun makhluk-Nya yang berserikat dengan-Nya dalam hak ini. 

Posting Komentar

 
Top