Jalianan Keluarga Dakwah - Sifat-Sifat yang Harus Dimiliki Seorang Pendidik bag 2
- Rendah Hati
Rendah hati atau tawadhu’ merupakan sifat yang terpuji. Namun jarang bahkan sulit sekali orang memilikinya. Seseorang ketika merasa telah berilmu tinggi cenderung suka menyombongkan diri. Padahal Allah SWT tidak menyukai sikap menyombongkan diri.
Allah SWT berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman :18)
Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan, tidak menyombongkan diri namun juga tidak menghinakan diri. Karena hanya Allah SWT yang berhak atas kesombongan, dan sikap menghinakan diri hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT.
- Menjauhi Sifat Marah
Marah merupakan sifat negatif dalam pendidikan, bahkan dalam kehidupan sosial. Ketika seseorang berhasil menguasai amarahnya serta menahan kemurkaannya, maka hal ini akan menjadi keuntungan tersendiri baginya terlebih jika dia adalah seorang pendidik. Hal itu tentu akan menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya.
Suatu ketika ada seorang yang meminta wasiat kepada Nabi SAW, maka beliau berpesan “jangan marah!” dan mengulangnya hingga tiga kali. Di samping itu, Nabi SAW juga menganggap bahwa keberanian yang sejati adalah kemampuan seseorang untuk menahan amarahnya.
Raulullah SAW bersabda,
“Orang yang berani itu bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, akan tetapi pemberani itu adalah orang yang menahan diri ketika marah.” (HR Bukhari Muslim)
Dikisahkan bahwa Zainal Abidin bin Al Hasan memanggil budaknya. Beliau memanggilnya sampai dua kali, namun budaknya masih belum memenuhi panggilan. Setelah Zainul Abidin menemui budaknya itu, beliau pun bertanya, “Apa kamu tidak mendengar panggilanku?”. Budaknya pun menjawab, “Tentu mendengar.” “Lalu mengapa engkau tidak memenuhi panggilanku?” Budaknya menjawab, “Aku merasa aman darimu, dan aku juga tahu kesucian akhlakmu, sehingga aku pun bermalas-malasan.”
Beliau kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan budakku merasa aman dariku.”
- Bersikap Seimbang dan Pertengahan
Sikap ekstrim selalu tercela dalam urusan apapun. Oleh karena itu kita temukan bahwa Rasulullah SAW menyukai sikap pertengahan bahkan dalam masalah agama sekalipun.
Pada suatu hari ada seseorang yang mengeluh kepada Rasulullah SAW perihal si Fulan yang memanjangkan bacaan shalatnya ketika menjadi imam. Mendengar cerita tersebut Rasulullah SAW pun marah, dan belum pernah sebelumnya beliau semarah itu. Beliau lalu bersabda,
“Wahai manusia, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang lari (meninggalkan shalat jamaah). Maka siapa saja di antara kalian yang menjadi imam hendaknya ia memendekkannya, karena di belakangnya terdapat orang yang tua, anak kecil dan orang yang sedang punya keperluan.” (HR Bukhari Muslim)
- Membatasi Diri dalam Memberikan Nasehat yang Baik
Terlalu banyak berbicara seringkali tidak memberikan hasil yang diharapkan. Sementara itu membatasi diri dalam memberikan nasehat yang baik acapkali justru memberikan hasil yang diinginkan dengan izin Allah.
Imam Abu Hanifah memberikan nasehat kepada murid-murid beliau,
“Janganlah kamu bicarakan paham fikihmu kepada orang yang tidak menginginkannya.”
Demikian juga para sahabat, mereka memahami betul hal ini dari apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud RA memberikan pelajaran seminggu sekali setiap kamis. Maka pada suatu hari seorang muridnya mengusulkan agar beliau memberikan pelajaran setiap hari. Beliau pun menjawab,
“Sesungguhnya yang menghalangiku untuk melakukannya adalah karena aku tidak suka bila membuat kalian bosan. Aku membatasi diri dalam memberika petuah kepada kalian sebagaimana Rasulullah SAW memberikan batasan dalam memberikan nasehat kepada kami karena khawatir bila hal itu membuat kami bosan.”
Wallahu a’lamu bisshowab
Dinukil dari : Mendidik Anak Bersama Nabi karya Muhammad Suwaid (terjemahan Pustaka Arafah)
Posting Komentar